Headlines News :

DILIGENCE IS THE WAY TO PROSPER

kerajinan adalah satu Jalan Keberuntungan..!!!
Home » » Makalah.... Finologi dan Bidangnya... Yhannnu lahagu

Makalah.... Finologi dan Bidangnya... Yhannnu lahagu

Written By Yhannu Hanya Berbagi......... on Sabtu, 29 Juni 2013 | 21.57


BAB I
PENDAHULUAN


A.  Finologi dan Bidangnya
Bahwa bahasa adalah sistem bunyi ujar sudah di sadari oleh para linguis. Oleh Karena itu, objek utama kajian linguistic adalah bahasa lisan, yaitu bahasa dalam bentuk bunyi ujar.
Dari sini dapat dipahami bahwa material bahasa adalah bunyi-bunyi ujar. Kajian mendalam tentang bunyi-bunyi ujar ini diselidiki oleh cabang linguistic yang disebut fonologi, oleh fonologi, bunyi-bunyi ujar dapat dipelajari dengan dua sudut pandang.
Pertama, bunyi-bunyi ujar di pandang sebagai media bahasa semata, tak ubahnya seperti bebda atau zat.
Kedua. Bunyi-bunyi ujar dipandang sebagai bagian dari sistem bahasa. Fonologi yang mengandung bunyi-bunyi ujar itu sebagai bagian dari sistem bahasa laim disebut fonemik.

B.  Kedudukn Fonologi
Sebagai bidang yang berkonsentrasi dalam deskripsi dan analisis bunyi-bunyi ujar hasil kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguistik yang lain, baik linguistik teoritis maupun terapan.
Bidang sintaksis, yang berkonsentrasi analisanya pada tataran kalimat ketika berhadapan dengan kalimat kamu di sini, (kalimat berita), kamu disini? (kalimat Tanya), dan kamu disini!  (kalimat seru/perintah). Yang ketiganya mempunyai maksud yang berbed, padahal masing-masing terdiri atas tiga kata yang sama, bisa di jelaskan dengan memanfaatkan hasil analisis fonologi, yaitu tentang intonasi.
Bidang semantic, yang berkonsentrasi pada persoalan makna kata pun tidak jarang memanfaatkan hasil telaah fonologi.
Bidang leksikologi, leksokografi, yang berkonsentrasi pada persoalan perbendaharaan kata suatu bahasa, baik dalam rangka penyususnan kamus maupun tidak, sering memanfaatkan hasil kajian fonologi,
Bidang dialektologi, yang bermaksud memetakan. “wilayah” pemakaian dialek atau variasi bahasa atau sering memanfaatkan hasil kajian fonologi, terutama variasi-variasi ucapan pemakaian bahasa, baik secara sosial maupun geografis.
Psikolingistik ketika menganalisis perkembangan penguasaan bunyni-bunyi bahasa pada diri anak juga memanfaatkan hasil kajian fonologi.mengapa bunyi-bunyi labiodentals, mengapa bunyi lateral di kuasai lebih dahuku dari pada bunyi tril, mengapa bunyi vocal rendah depan dikuasai lebih dahulu dari pada vocal tinggi (belakang), bisa di jelaskan dengan gambling lewat analisis  fonetik artikulatoris.

C.  Manfaat Fonologi
Ejaan adalah peraturan penggambaran atau pelambangan bunyi ujar suatu bahasa. Karena bunyi ujar ada dua unsur, yaitu segmental dan suprasegmental. Perlambangan unsur segmental bunyi ujar tidak hanya bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujar dalam bentuk tulisan atau huruf, tetapi bagaimana menuliskan bunyi-bunyi ujar dalam bentuk kata, frase, klausa, dan kalimat, bagaimana memenggal satu kata, bagaimana menuliskan singkatan, nama orang, lambing-lambang teknis keilmuan, dan sebagainya.
Bahasa mana saja pun selalu berubah, termasuk bahasa Indonesia. Satu sistem ejaan sesuai dengan bahasa yang dilambangkan pada wktu ejaan itu diciptakan. Oleh karena itu, ejaanlah yang harus disesuaikan terus menerus seiring dengan perkembangan atau perubahan bunyi pada bahasa yang dilambangkan, bukan sebaliknya.














BAB II
PEMBAHASAN



A.  Fonetik dan Bidang Kajiannya.
Fonetik merupakan bidang ilmu pengetahuan (science) yang menelaah bagaimana manusia menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dalam ujran, menelaah gelombang-gelombang bunyi bahasa yang dikeluarkan, dan bagaimana alat pendengaran manusia menghasilkan bunyi-bunyi bahasa yang dikeluarkan. Dan bagaimana alat pendengaran manusia menerima bunyi bahasa untuk dianalisis oleh otak manusia (O’Connor, 1982: 10-11, Ldefoged, 1982 : 1).
Secara umum, fonetik dapat dibagi menjadi tiga bidang kajian, yaitu fonetik fisiologis fisiologis, fonetik akustis, dan fonetik auditoris atau fonetik persepsi (Dew dan Jensen, 1977 : 19).
1.    Fonetik Fisiologis
Fisiologis adalah suatu bidang ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang fungsi fisiologis manusia (Liberman, 1977:3).
2.    Fonetik Akustis
Kajian fonetik akustis bertumpu pada struktur fisik bunyi-bunyi bahasa dan bagaimana alat pendengaran manusia memberikan reaksi kepada bunyi-bunyi bahasa yang diterima (Malmberg, 1963 : 1).


3.    Fonetik Auditoris atau Fonetik Persepsi
Fonetik auditoris atau fonetik persepsi ini mengarahkan kajiannya pada persoalan bagaimana manusia menentukan bunyi-bunyi yang diterima alat pendengarannya.

B.  Ketidak Lancaran Berujar Yang Terkait dengan dengan Kajian Ponetik.
Istilah “ketidak lancaran berujar” ini diterjemahkan dari “language disdored” atau “Language disabilities” ini merujuk kepada kegagalan atau kekurangmampuan seseorang untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan dengan lancar dan berkesan (lahey. 1988: 20-21). Dalam beberapa kasus, fenomena ketidaklancaran berujar ini sering dikaitkan dengan ketidakmampuan belajar oleh individu yang bersangkutan.
1.    Kegagapan (Stuttering)
Menurut Ainsworh (1975), gagap merupakan salah satu permasalahan yang berhubungan dengan ketidaklancaran ketika berbahasa, yang dialami oleh seorang penutur.
2.    Kelumpuhan Saraf Otak
Istilah “Kelumpuhan otak” merujuk pada kecederaan dibagian tengah sistem nervous otak manusia, yang mengakibatkan proses arahan dan perpindahan dari otak kesaraf penggerak yang mendorong pergerakan anggota tubuh sangat lemah bahkan tidak berfungsi (Mysak, 1990 : 499-500).
3.    Belahan Langit-Langit Mulut.
Pengertian belahan langit-langit mulut ini merujuk kepada keadaan terbelahnya atau merekahnya langit-langit seorang penutur. Belahan atau rekahan langit-langit mulut ini bisa terjadi pada langit-langit keras saja, atau kedua-duanya.
4.    Rusak Pendengaran (Heraing Impaired)
Kasus kerusakan pendengaran ini dapat dibagi kedalm du keadaan, yaitu penutur yang hanya mempunyai masalah kualitas pendengaran rendah, dan penutur yang pekak atau tuli. Penutur yang mempunyai kualitas pendengaran yang rendah berkemungkinan gagal untuk mengenal dengan baik bunyi-bunyi yang berfrekuensi tinggi.

C.  Kondisi Kajian Fonetik
1.    Kajian Ponetik di Barat
Di Barat, kajian lingusitik dilakukan dengan cara secientific atau ilmiah, berbagai alat pemeriksaan, penyelidikan, dan perobaan diadakan. Banyak hasil yang diperoleh dari penyelidikan ini, apabila di teliti dengan alat-alat tertentu dapatlah diketahui bagimana kedudukan lidah ketika bertutur.

2.    Sejarah Perkembangan Kajian Fonetik
Pengkajian fonetik ditengani secara serius sejak terbentuknya International Phonetic Assosiation (IPA) pada tahun 1886 di barat, walaupun buku-buku yang membicarakan bunyi bahasa telah terbit sejak tahun 1569.

Misalnya:
-          Orthografhic oleh John Hart (1569),
-          De Grammatica oleh John Wallis’s (1653)
-          The Essential of Phonetic oleh Alexande Ellis (1848)

D.  Beberapa tokoh ilmu fonetik : Pandangan Dan Kajiannya
1.  Bertil Malmberg
Menurut bertil Malmberg (1968), seorang ponetisi Prancis (mendefinisikan fonetik sebagai pengkajian bunyi-bunyi bahasa. Fonetik ialah pengkajian yang lebih menitik beratkan pada ekspresi bahasa, bukan isinya, yang dipentingkan adalah bunyi-bunyi bahasa yang di hasilkan penutur, bukan makna yang ingin disampaikan.
Menurut Bertil Malberg, ilmu ponetik bisa dibagi menjadi empat cabang, yaitu ilmu ponetik ilmu fonetik umum, ilmu ponetik deskriptif, ilmu ponetik sejarah, dan ilmu fonetic normative.
2.  J.D. O’Connor
Menurut O’Connor fonetik ialah ilmu yang bersangkut paut dengan bunyi-bunyi ujar yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bunyi-bunyi yang dapat didengar ini kemudian di formulasikan sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang terdapat dalam bahasa masyarakat yang bersangkutan.
Menurut O’Connor, tingkah laku berkomunikasi berawal dari otak pembaca. Pada tahap ini, kita bisa beranggapan bahwa otak penutur mempunyai dua fungsi yang berbeda, yaitu fungsi kreatif (creative function) dan fungsi saluran (forwarding function).
3.  David Abercrombie
Tokoh ilmu fonetik ketiga ini adalah David Ambercrombie (1971). Ia berpendapat bahwa fonetik adalah ilmu yang bersifat teknis. Dalam ilmu ini, suatu bahasa akan dilihat secara anatis, yaitu tidak saja mendengar percakapan, tetapi juga menyadari setiap gerak yang melatar belakanginya.

E.  Skop (Bidang Cakupan), Tugas, dan Tanggung Jawab Fotensi.
Fonetisi lebih berminat untuk melihat bagaimana pergerakan udara dihubungkan dengan pergerakan organ-organ pertuturan dan koordinasi semua pergerakan ini sehingga menghasilkan bunyi. Minat fonitisi berbeda dengan minat ahli anatomi dan fisiologi.
Skop fonetisi juga melibatkan minat dalam proses pendengaran. Ilmu ini sebenarnya tidak ada hubungan langsung dengan peranan fisiologi telinga atau aktivitas indra antara telinga dan otak, tetapi lebih kepada kepekaan pendengaran.

F.  Tahapan Komunikas
Telah dikemukakan di depan fonetik adalah cabang fonologi yang memandang bunyi bahasa sebagai fenomena alam. Sebagai bahan mentah, media, atau substansi bahasa lisan. Ketika seseorang (pembicara, orang pertama-selanjutnya di sebut O1) menyampaikan maksud kepada orang lain (pendengar, orang kedua-selanjutnay disebut O2), yang menampak adalah O1 mengucapkan serngkaian bunyi yang bisa di dengar.
Kegiatan berkomunikasi lisan dimulai dari otak pembicara. Dengan memanfaatkan fungsi kreatifitas otak, O1 menemukan atau mempunyai gagasan (ide)  yang akan disampaikan kepada O2. O1 memilih kata frase, atau ungkapan yang dapat mewakili gagasan tersebut, lalu menyusunnya dalam bentuk kalimat yang sesuai dengan sistem bahasa yang di pakainya.
Setelah gagasan gagasan tersusun dalam otak, kemudian otak mengaktifkan saraf motoris dan mengirimkan perintah dalam bentuk rangsangan-rangsangan ke otot-otot alat ucap.

G.  Proses Pembentukan Bunyi
Bunyi apa saja, termasuk bunyi bahasa, pada dasarnya adalah getaran atas benda apa saja karena adanya energi yang bekerja. Getaran ini disadari sebagai bunyi apabila getaran itu cukupkuat dan dihantarkan kealat dengar oleh udara sekitar. Proses pembentukan bunyi bahasa juga demikian, sumber energy utamanya adalah arus udara yang mengalir dari/paru-paru. Dari sini jelaslah bahwa sarana utama yang  berperan dalam proses pembentukan bunyi bahasa adalah (1) arus udara, (2) pita suara, dan (3) alat ucap. Ketiga sarana ini juga yang oleh fonetisi dipakai sebagai dasar pengklasifikasian bunyi.
1.    Arus udara
Arus udara yang menjadi sumber energy utama pembentukan bunyi bahasa merupakan hasil kerja alat atau organ tubuh yang dikendalikan oleh otot-otot tertentu atas perintah saraf otak.
2.    Pita Suara
Pita suara merupakan sumber bunyi. Ia bergetar atau digetarkan oleh udara yang keluar atu msuk paru-paru. Pita suara terletak dalam kerongkongan (Larynx) dalam posisi mendapardari muka (anterior) ke belakang.
Tenggorokan yang terletak diatas pita suara, rongga mulut, dan rogga hidung berperan sebagai resonator atau peninggi bunyi yang diciptakan oleh pita siara.
3.    Alat-Alat Ucap
Apa yang disebut sebagai alat ucap sebenarnya mempunyai fungsi utama untuk kelangsungan hidup kita. Paru-paru mempunyai fungsi utama untuk kelangsungan hidup kita/ paru-paru mempunyai fungsi utama mengisap zat pembakar untuk disalurkan ke dalam darah dan menyalurkan zat asam arang keluar tubuh.
Lidah mempunyai fungsi utama memindahkan makanan yang akan atau yang sedang di kunyah dan merasakan makanan yang akan ditelan.
4.    Ketika berbicara, organ-organ tubuh yang disebut sebagai alat ucap itu bekerja seperti pada proses ketika melakukan fungsi utamanya masing-masing. Organ-organ tubuh yang dipergunakan sebagai alat ucap dibagi menjadi tiga komponen, yaitu (a) komponen supragtotal, (b) komponen laring, dan (c) komponen subglotal.
a)    Komponen Supragtotal
Komponen supraglotal ini terdiri dari tiga rongga yang berfungsi sebagai lubang resonasi dalam pembentukan bunyi, yaitu (1) rongga kerongkongan  (faring), (2) rongga hidung, dan (3) rongga mulut.
b)    Komponen Laring.
Laring – orang awam biasanya menyebut tenggorokan, ini merupakan kotak yang berbentuk tulang rawan, berbentuk lingkaran. Di dalamnya terdapat pita suara. Laring dengan kerja pita suara inilah yang berfungsi sebagai klep yang mengatur arus udara antara paru –paru, mulut, dan hidung.
c)    Komponen  Subglotal
Komponen Subglotal ini terdiri atas paru-paru kiri dan kanan, saluran bronchial, dan saluran pernafasan (trankea). Fungsi uatam komponen ini adalah untuk pernapasan, yaitu mengalirkan udara dari dan keparu-paru. Kalau udara mengalir ke dalam paru-paru di sebut menarik nafas, sedangkan udara yang mengalir keluar (dari paru-paru) disebut menghembuskan nafas.

H.  Transkripsi Fotenis
Transkripsi fonetis adalah perekaman bunyi dalam bentuk lambing tulis. Lambing bunyi atau lambing fonetis (phonetic symbol) yang sering dipakai adalah lambing bunyi yang ditetpkan oleh International Phonetic Asosiation (IPA), yaitu persatuan para guru bahasa yang berdiri sejak akhir abad ke -19, yang didirikan untuk mempopulerkan metode baru dalam pengajaran bahasa lisan. Alphabet IPA ini merupakan serangkaian yang di dasarkan pada alphabet latin, yang diciptakan untuk keperluan memerikan semua bunyi bahasa yang ada di dunia. Oleh Karena jumlah bunyi yang ada dalam bahasa-bahasa di dunia ini lebih banyak dari pada jumlah huruf yang ada, maka IPA melakukan modifikasi bentuk-bentuk huruf yang ada, maka IPA melakukan modifikasi bentuk-bentuk huruf guna membedakan bunyi-bunyi yang berlainan.

I.   Klasifikasi Bunyi Segmental
Adalah penyempitan atau penutupan yang dilakukan oleh alat-alat ucap atas arus udara dalam pembentukan bunyi di ucapkan, bunyi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (a) bunyi vokoid, dan (b) bunyi kontoid.
a)    Bunyi Vokoid, yaitu bunyi yang dihasilkan tanpa melibatkan penyempitan atau penutupan pada daerah artikulasi.
b)    Bunyi Kontoid, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan melibatkan penyempitan atau penutupan pada daerah artikulasi.
1.  Mekanisme Udara
yang dimaksud dengan mekanisme udara adalah dari mana datangnya udara yang menggerakkan pita suara sebagai sumber bunyi. dilihat dari kriteria ini, bujyi-bunyi bahasa bisa dihasilkan dari tiga kemungkinan mekanisme udara yaitu:
(a)   Mekanisme udara pumonis, atau faringal, yaitu udara dari paru-paru menuju luar. mekanisme udara pumonis ini terjadi pada hampir semua bunyi bahasa di dunia.
(b)   Mekanisme udara laring atau faringal, yaitu udara yang datang dari laring atau faring. caranya, glotis di tutup terlebih dahulu, kemudian rongga mulut ditutup pada vekum atau evula.
(c)   Mekanisme udara oral, yaitu udara yang datang dari mulut. caranya, menutup rongga mulut pada velum dan sala satu tempat di depan.
2.  Arah udara
Di lihat dari arah udara ketika bunyi dihasilkan, bunyi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (a) bunyi agresif dan (b) bunyi ingresif.
a.    Bunyi egresif, yaitu bunyi yang dihasilkan dari arah udara menuju keluar melalui rongga mulut atau rongga hidung.
b.    Bunyi ingresif, yitu bunyi yang dihasilkan dari arah udara masuk kedalam paru-paru.
3.  Pita Suara
Dilihat dari bergetar tidaknya pita suara ketika bunyi dihasilkan, bunyi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a.    Bunyi mati atau bunyi tak bersuara, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan pita suara tidak melakukan membuka menutup sehingga getarannya tidak dignifika.
b.    Bunyi hidup atau bunyi bersuara, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan pita suara melakukan gerakan membuka dan menutup secara cepat sehingga bergetar secara signifikan.
4.  Lubang Lewatan Udara
Dilihat dari lewatan udara ketika bunyi dihasilkan, bunyi dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
a.    Bunyi oral, bunyi yang dihasilkan dengan cara udara keluar melalui rongga mulut, dengan menutupkan velik pada dinding faring.
b.    bunyi nasal, adalah bunyi yang dihasilkan dengan cara udara keluar melalui rongga hidung, dengan menutup rongga mulut dan membuka velik lebar-lebar.
c.    Bunyi sengau.
5.  Mekanisme Artikulasi
Mekanisme artikulasi adalah alat ucap mana yang bekerja atau bergerak ketika menghasilkan bunyi bahasa. berdasarkan kriteria ini, bunyi dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a.    Bunyi bilabial, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan bibir (labium) bawah dan bibir (labium) atas.
b.    Bunyi labio-dental, yaitu buni yang dihasilkan oleh keterlibatan bibir (labium) bawah, dan bibir (labium) atas.
c.    Bunyi apiko-dental, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan ujung lidah (aspeks) dan didi (dentum).
d.    Bunyi aviko-alveolar, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan ujung lidah (apeks) dan gusi (alvelum) atas.
e.    Bunyi lamino-palatal, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan tengah lidah, (lamina) dan langit-langit kertas (palatum).
f.     Bunyi dorso, velar, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan pangkal lidah (dorsum) dan langit-langit lunak (velum).
g.    Bunyi dorso uvolar, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan pangkal lidah (dorsum) dan anak tekak (uvula).
h.    Bunyi laringal, yaitu bunyi yang dihasilkan keterliabatan tenggorok (laring).
i.      Bunyi glotal, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan lubang atau celah (glotis) pada pita suara.
6.  Cara Gangguan
Di lihat dari gangguan arus udara oleh artikulator ketika bunyi di ucapkan, bunyi dapat dikelompokkan sebagai berikut:
(a) Bunyi stop (hambat), (2) Bunyi kontinum alir/kebalikan dari bunyi stop, (c) Bunyi afrikatif (panduan), (d) Bunyi frikatif (geser), (e) Bunyi tril (getar), (f) Bunyi lateal (samping), (g) Bunyi nasal (hidung).
7.  Tinggi Rendahnya Lidah
Di lihat dari tinggi rendahnya lidah ketika bunyi itu di ucapkan, bunyi dapat dikelompokkan mejadi empat, yaitu: (a) bunyi tinggi, (b) bunyi agak tinggi, (c) Bunyi tengah, (d) Bunyi agar renda, dan (e) bunyi rendah.
8.  Maju Mundurnya Lidah
Dilihat dari maju mundurnya lidah ketika bunyi di ucapkan, bunyi dapat dikelompokkan mejadi tiga yaitu: (a) bunyi depan, (b) bunyi pusat, dan (c) bunyi belakang.
9.  Bentuk Bibir
Dilihat dari bentuk bibir ketika bunyi di ucapkan, bunyi dapat menjadi dua, (a) yaitu bunyi bulat dan (b) bunyi tidak bulat.

J.   Deskripsi Bunyi Segmental Bahasa Indonesia
Bunyi segmental, baik vokoid, maupun kontoid, yang diucapkan oleh penutur bahasa Indonesia sangat variatif, apalagi setelah diterapkan dalam berbagai distribusi dan lingkungan, tetapi paling tidak jumlah dan variasi bunyi tersebut bisa di deskripsikan sebagai berikut:
Telah dijelaskan bahwa bunyi-bunyi bahasa ketika di ucapkan ada yang bisa di segmen-segmenkan, di ruas-ruaskan, atau di pisah-pisahkan, misalnya bunyi vokoid dan kontoid, bunyi-bunyi yang bisa di segmentasikan ini di sebut bunyi segmental. tetapi, ada juga yang tidak bisa disegmen-segmenkan karena kehadiran bunyi ini selalu mengiringi menindih, atau menemani munyi segmental (baik vokoid maupun kontoid). oleh karena sifatnya yang demikian. bunyi itu disebut bunyi suprasegmental, alih-alih disebut bunyi nonsegmental.
1. Tinggi Rendah (Nada, Tona, Pitch).
          Ketika bunyi-bunyi segmental diucapkan selalu melibatkan nada, baik nada tinggi, sedang, atau rendah. hal ini disebabkan oleh adanya faktor ketegangan pita suara, yang disebabkan oleh kenaikan arus udara dari paru-paru, makin tinggi pula nada bunyi tersebut.
          Nada ini menjadi perhatian fonetisi karena secara linguistis berpengaruh dalam satuan linguistik tertentu. Misalnya, nada turun biasanya menandakan ketidak lengkapan tuturan.
2. Keras Lemah (Tekanan, Aksen, Stress)
          Ketika bunyi-bunyi segmental di ucapkan pun tidak pernah lepas dari keras atau lemahnya bunyi. hal ini disebabkan oleh keterlibatan energi otot ketika bunyi itu di ucapkan.
          Walaupun dalam praktiknya kerasnya bunyi juga berpengeruh kepda ketegangan pita suara, kedua bunyi suprasegmental bisa dibedakan.
3. Panjang Pendek (Durasi, Duration)
Bunyi-bunyi sugmetal juga dapat dibedakan dari panjang pendeknya ketika bunyi di udapkan. bunyi panjang untuk vokoid, di beri tanda satuan mora, yaitu satuan tanda pengucapan, dengan tanda titik.
          Dalam bahasa Indonesia, aspek durasi ini tidak membedakan makna atau tidak fonemis, juga tidak mempunyai makna atau tidak morfenis.
4. Kesenyapan (Jeda, Juncture)
          Kesenyapan awalnya terjadi ketika bunyi itu akan diujarkan, misalnya ketika akan mengujarkan kalimat Ini Buku terjadi kesenyapan yang tak terbatas sebelumnya.
          Kesenyapan akhir terjadi pada akhir uraian, misalnya uraian, misalnya ujaran akhir kalimat "ini buku" terjadi kesenyapan yang tak terbatas sesudahnya.
          Kesenyapan juga bisa disebut sendi (juncture) karena kesenyapan itu sekaligus merupakan tanda batas antara ebentuk-bentuk linguistik baik dalam tataran kalimat, klausa, frase, kata, morfem, silaba, maupun fonem.


K.  Bunyi Pengiring
          Bunyi pengiring adalh bunyi yang ikut serta muncul ketika bunyi utama di hasilkan. Hal ini disebabkan oleh ikut sertanya alat-alat uacp lain, ketika alat ucap pembentuk bunyi utama di fungsikan.
Bunyi-unyi sertaan atau pengiring ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Bunyi ejektif
2. Bunyi klik
3. Bunyi aspirasi
4. Bunyi eksplosif (bunyi lepas)
5. Bunyi Retrofleksi
6. Bunyi labialisasi
7. Bunyi palatalisasi
8. Bunyi glotalisasi
9. Bunyi nasalisasi

L.  Diftong dan Kluster
          Bunyi-bunyi segmental, baik vokoid maupun kontoid ada yang diucapkan secara rangkap, perangkapan bunyi itu di ucapkan. Peranan bunyi vokoid disebut diftong.

1. Diftong
          Masalah diftong atau vokoid rangkap ini berhubungan dengan sonoritas atau tingkat kenyaringan suatu bunyi. ketika dua deret bunyi vokoid diucapkan dengan satu hembusan udara, akan terjadi ketidaksamaan sonoritasnya.
          Dalam praktiknya lebih lajut, bunyi diftong ini ada dua macam, yaitu (a) diftong menurun (falling diftong), dan (b) diftong menaik (rising diphtong).
2. Kluster
Dalam bahasa-basaha tertentu, bunyi kluster atau konsonan rangkap (dua atau lebih) ini merupakan bagian dari struktur fonotis atau fonotaktis yang disadari oleh penuturnya. oleh karena itu, pengucapannya harus sesuai dengan struktur fonetis tersebut.

M. Silaba (Suku Kata)
          Silaba atau suku kata sudah lama dikenal, terutama dalam kaitannya dengan sistem penulisan. Sebelum alfabet lahir, sistem penulisan di dasarkan atas suku kata ini, yang disebut tulisan silabari.
          Untuk memahami suku kata ini, para linguis atau ponetisiberdasarkan pada dua teori, yaitu (1) teori sonoritas, dan (2) teori prominans. Teori sonoritas menjelaskan bahwa suatu rangkaian bunyi bahasa yang diucapkan oleh penutur selalu terdapat puncak-puncak kenyaringan (sonoritas) diantara bunyi-bunyi yang diucapkan.
          Teori prominans menitikberatkan pada gabungan sonoritas dan ciri-ciri suprasegmental, terutama jeda (juncture). ketika rangkaian bunyi itu di ucapkan, selain terdengar satuan kenyaringan bunyi, juga terasa adanya jeda antaranya, yaitu kesenyapan sebelum dan sesudah puncak kenyaringan.


DAFTAR PUSTAKA


Mansur Muslich. Mei 2008. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Bumi Aksara.




















KATA PENGANTAR



          Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
          Makalah ini  disusun  untuk melengkapi tugas dari pada dosen Pembimbing. dengan adanya makalah seperti ini mehasiswa/i di harapkan mampu mempelajarinya dengan baik.
          akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing yang telah membantu saya menyusun makalah ini. semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua, khususnya bagi penulis. Amin.

Medan,     Januari 2011
Penulis










DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ....................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................. 1
A.   Fonologi dan Bidangnya ................................................... 1
B.   Kedudukan Fonologi ........................................................ 1
C.   Manfaat Fonologi ............................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................... 4
A.   Fonetik dan Kajiannya ..................................................... 4
B.   Ketidak Lancaran Berujar ................................................ 4
C.   Kondisi Kajian Fonetik ..................................................... 5
D.   Beberapa tokoh ilmu fonetik ............................................ 6
E.   Skop (Bidang Cakupan) ................................................... 7
F.   Tahapan Komunitas ......................................................... 8
G.   Proses Pembentukan Bunyi ............................................. 8
H.   Trankripsi Fotenis ........................................................... 9
I.     Klasifikasi Bunyi Segmental ............................................. 12
J.    Deskrpsi Bunyi Segmental Bahasa Indonesia ..................... 16
K.   Bunyi Pengiring .............................................................. 18
L.   Diftong dan Klaster ......................................................... 18
M.  Silaba (Suku Kata) ........................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA .................................................... .. 20

FONOLOGI BAHASA INDONESIA








DISUSUN OLEH:


Nama        : Yhannu Lahagu
NIM          :12110444














FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS AL-WASHLIYAH (UNIVA)
MEDAN
2011
Share this article :

0 komentar:

Mengenai Saya

 
Support : Creating Website | Yhanu Lahagu | Yhanu Lahagu
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Lahagu Yhannu Lovers !!! - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Yhanu Lahagu