BAB
I
PENDAHULUAN
A. Finologi dan Bidangnya
Bahwa
bahasa adalah sistem bunyi ujar sudah di sadari oleh para linguis. Oleh Karena
itu, objek utama kajian linguistic adalah bahasa lisan, yaitu bahasa dalam
bentuk bunyi ujar.
Dari sini
dapat dipahami bahwa material bahasa adalah bunyi-bunyi ujar. Kajian mendalam
tentang bunyi-bunyi ujar ini diselidiki oleh cabang linguistic yang disebut
fonologi, oleh fonologi, bunyi-bunyi ujar dapat dipelajari dengan dua sudut
pandang.
Pertama, bunyi-bunyi ujar di
pandang sebagai media bahasa semata, tak ubahnya seperti bebda atau zat.
Kedua. Bunyi-bunyi ujar
dipandang sebagai bagian dari sistem bahasa. Fonologi yang mengandung
bunyi-bunyi ujar itu sebagai bagian dari sistem bahasa laim disebut fonemik.
B. Kedudukn Fonologi
Sebagai
bidang yang berkonsentrasi dalam deskripsi dan analisis bunyi-bunyi ujar hasil
kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguistik
yang lain, baik linguistik teoritis maupun terapan.
Bidang
sintaksis, yang berkonsentrasi analisanya pada tataran kalimat ketika
berhadapan dengan kalimat kamu di sini, (kalimat berita), kamu disini? (kalimat
Tanya), dan kamu disini! (kalimat
seru/perintah). Yang ketiganya mempunyai maksud yang berbed, padahal
masing-masing terdiri atas tiga kata yang sama, bisa di jelaskan dengan
memanfaatkan hasil analisis fonologi, yaitu tentang intonasi.
Bidang
semantic, yang berkonsentrasi pada persoalan makna kata pun tidak jarang
memanfaatkan hasil telaah fonologi.
Bidang
leksikologi, leksokografi, yang berkonsentrasi pada persoalan perbendaharaan
kata suatu bahasa, baik dalam rangka penyususnan kamus maupun tidak, sering
memanfaatkan hasil kajian fonologi,
Bidang
dialektologi, yang bermaksud memetakan. “wilayah” pemakaian dialek atau variasi
bahasa atau sering memanfaatkan hasil kajian fonologi, terutama variasi-variasi
ucapan pemakaian bahasa, baik secara sosial maupun geografis.
Psikolingistik
ketika menganalisis perkembangan penguasaan bunyni-bunyi bahasa pada diri anak
juga memanfaatkan hasil kajian fonologi.mengapa bunyi-bunyi labiodentals,
mengapa bunyi lateral di kuasai lebih dahuku dari pada bunyi tril, mengapa
bunyi vocal rendah depan dikuasai lebih dahulu dari pada vocal tinggi
(belakang), bisa di jelaskan dengan gambling lewat analisis fonetik artikulatoris.
C. Manfaat Fonologi
Ejaan
adalah peraturan penggambaran atau pelambangan bunyi ujar suatu bahasa. Karena
bunyi ujar ada dua unsur, yaitu segmental dan suprasegmental. Perlambangan
unsur segmental bunyi ujar tidak hanya bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujar
dalam bentuk tulisan atau huruf, tetapi bagaimana menuliskan bunyi-bunyi ujar
dalam bentuk kata, frase, klausa, dan kalimat, bagaimana memenggal satu kata,
bagaimana menuliskan singkatan, nama orang, lambing-lambang teknis keilmuan,
dan sebagainya.
Bahasa
mana saja pun selalu berubah, termasuk bahasa Indonesia. Satu sistem ejaan
sesuai dengan bahasa yang dilambangkan pada wktu ejaan itu diciptakan. Oleh
karena itu, ejaanlah yang harus disesuaikan terus menerus seiring dengan
perkembangan atau perubahan bunyi pada bahasa yang dilambangkan, bukan
sebaliknya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fonetik dan Bidang Kajiannya.
Fonetik
merupakan bidang ilmu pengetahuan (science) yang menelaah bagaimana manusia
menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dalam ujran, menelaah gelombang-gelombang bunyi
bahasa yang dikeluarkan, dan bagaimana alat pendengaran manusia menghasilkan
bunyi-bunyi bahasa yang dikeluarkan. Dan bagaimana alat pendengaran manusia
menerima bunyi bahasa untuk dianalisis oleh otak manusia (O’Connor, 1982:
10-11, Ldefoged, 1982 : 1).
Secara
umum, fonetik dapat dibagi menjadi tiga bidang kajian, yaitu fonetik fisiologis
fisiologis, fonetik akustis, dan fonetik auditoris atau fonetik persepsi (Dew
dan Jensen, 1977 : 19).
1.
Fonetik Fisiologis
Fisiologis
adalah suatu bidang ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang fungsi fisiologis
manusia (Liberman, 1977:3).
2.
Fonetik Akustis
Kajian
fonetik akustis bertumpu pada struktur fisik bunyi-bunyi bahasa dan bagaimana
alat pendengaran manusia memberikan reaksi kepada bunyi-bunyi bahasa yang
diterima (Malmberg, 1963 : 1).
3.
Fonetik Auditoris atau Fonetik Persepsi
Fonetik
auditoris atau fonetik persepsi ini mengarahkan kajiannya pada persoalan
bagaimana manusia menentukan bunyi-bunyi yang diterima alat pendengarannya.
B. Ketidak Lancaran Berujar Yang Terkait
dengan dengan Kajian Ponetik.
Istilah
“ketidak lancaran berujar” ini diterjemahkan dari “language disdored” atau
“Language disabilities” ini merujuk kepada kegagalan atau kekurangmampuan
seseorang untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan dengan lancar dan
berkesan (lahey. 1988: 20-21). Dalam beberapa kasus, fenomena ketidaklancaran
berujar ini sering dikaitkan dengan ketidakmampuan belajar oleh individu yang
bersangkutan.
1. Kegagapan
(Stuttering)
Menurut
Ainsworh (1975), gagap merupakan salah satu permasalahan yang berhubungan
dengan ketidaklancaran ketika berbahasa, yang dialami oleh seorang penutur.
2. Kelumpuhan
Saraf Otak
Istilah
“Kelumpuhan otak” merujuk pada kecederaan dibagian tengah sistem nervous otak
manusia, yang mengakibatkan proses arahan dan perpindahan dari otak kesaraf
penggerak yang mendorong pergerakan anggota tubuh sangat lemah bahkan tidak
berfungsi (Mysak, 1990 : 499-500).
3. Belahan
Langit-Langit Mulut.
Pengertian
belahan langit-langit mulut ini merujuk kepada keadaan terbelahnya atau
merekahnya langit-langit seorang penutur. Belahan atau rekahan langit-langit
mulut ini bisa terjadi pada langit-langit keras saja, atau kedua-duanya.
4. Rusak
Pendengaran (Heraing Impaired)
Kasus
kerusakan pendengaran ini dapat dibagi kedalm du keadaan, yaitu penutur yang
hanya mempunyai masalah kualitas pendengaran rendah, dan penutur yang pekak
atau tuli. Penutur yang mempunyai kualitas pendengaran yang rendah
berkemungkinan gagal untuk mengenal dengan baik bunyi-bunyi yang berfrekuensi
tinggi.
C. Kondisi Kajian Fonetik
1. Kajian
Ponetik di Barat
Di Barat,
kajian lingusitik dilakukan dengan cara secientific atau ilmiah, berbagai alat
pemeriksaan, penyelidikan, dan perobaan diadakan. Banyak hasil yang diperoleh
dari penyelidikan ini, apabila di teliti dengan alat-alat tertentu dapatlah
diketahui bagimana kedudukan lidah ketika bertutur.
2. Sejarah
Perkembangan Kajian Fonetik
Pengkajian fonetik
ditengani secara serius sejak terbentuknya International Phonetic Assosiation
(IPA) pada tahun 1886 di barat, walaupun buku-buku yang membicarakan bunyi
bahasa telah terbit sejak tahun 1569.
Misalnya:
-
Orthografhic oleh John Hart (1569),
-
De Grammatica oleh John Wallis’s (1653)
-
The Essential of Phonetic oleh Alexande
Ellis (1848)
D. Beberapa tokoh ilmu fonetik : Pandangan
Dan Kajiannya
1. Bertil Malmberg
Menurut bertil Malmberg (1968), seorang
ponetisi Prancis (mendefinisikan fonetik sebagai pengkajian bunyi-bunyi bahasa.
Fonetik ialah pengkajian yang lebih menitik beratkan pada ekspresi bahasa,
bukan isinya, yang dipentingkan adalah bunyi-bunyi bahasa yang di hasilkan
penutur, bukan makna yang ingin disampaikan.
Menurut Bertil Malberg, ilmu ponetik
bisa dibagi menjadi empat cabang, yaitu ilmu ponetik ilmu fonetik umum, ilmu
ponetik deskriptif, ilmu ponetik sejarah, dan ilmu fonetic normative.
2. J.D. O’Connor
Menurut
O’Connor fonetik ialah ilmu yang bersangkut paut dengan bunyi-bunyi ujar yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bunyi-bunyi yang dapat didengar ini kemudian
di formulasikan sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang terdapat dalam
bahasa masyarakat yang bersangkutan.
Menurut
O’Connor, tingkah laku berkomunikasi berawal dari otak pembaca. Pada tahap ini,
kita bisa beranggapan bahwa otak penutur mempunyai dua fungsi yang berbeda,
yaitu fungsi kreatif (creative function) dan fungsi saluran (forwarding
function).
3. David Abercrombie
Tokoh ilmu
fonetik ketiga ini adalah David Ambercrombie (1971). Ia berpendapat bahwa
fonetik adalah ilmu yang bersifat teknis. Dalam ilmu ini, suatu bahasa akan
dilihat secara anatis, yaitu tidak saja mendengar percakapan, tetapi juga
menyadari setiap gerak yang melatar belakanginya.
E. Skop (Bidang Cakupan), Tugas, dan
Tanggung Jawab Fotensi.
Fonetisi
lebih berminat untuk melihat bagaimana pergerakan udara dihubungkan dengan
pergerakan organ-organ pertuturan dan koordinasi semua pergerakan ini sehingga
menghasilkan bunyi. Minat fonitisi berbeda dengan minat ahli anatomi dan
fisiologi.
Skop
fonetisi juga melibatkan minat dalam proses pendengaran. Ilmu ini sebenarnya
tidak ada hubungan langsung dengan peranan fisiologi telinga atau aktivitas
indra antara telinga dan otak, tetapi lebih kepada kepekaan pendengaran.
F. Tahapan Komunikas
Telah
dikemukakan di depan fonetik adalah cabang fonologi yang memandang bunyi bahasa
sebagai fenomena alam. Sebagai bahan mentah, media, atau substansi bahasa
lisan. Ketika seseorang (pembicara, orang pertama-selanjutnya di sebut O1)
menyampaikan maksud kepada orang lain (pendengar, orang kedua-selanjutnay
disebut O2), yang menampak adalah O1 mengucapkan serngkaian bunyi yang bisa di
dengar.
Kegiatan
berkomunikasi lisan dimulai dari otak pembicara. Dengan memanfaatkan fungsi
kreatifitas otak, O1 menemukan atau mempunyai gagasan (ide) yang akan disampaikan kepada O2. O1 memilih
kata frase, atau ungkapan yang dapat mewakili gagasan tersebut, lalu
menyusunnya dalam bentuk kalimat yang sesuai dengan sistem bahasa yang di
pakainya.
Setelah
gagasan gagasan tersusun dalam otak, kemudian otak mengaktifkan saraf motoris
dan mengirimkan perintah dalam bentuk rangsangan-rangsangan ke otot-otot alat
ucap.
G. Proses Pembentukan Bunyi
Bunyi apa
saja, termasuk bunyi bahasa, pada dasarnya adalah getaran atas benda apa saja
karena adanya energi yang bekerja. Getaran ini disadari sebagai bunyi apabila
getaran itu cukupkuat dan dihantarkan kealat dengar oleh udara sekitar. Proses
pembentukan bunyi bahasa juga demikian, sumber energy utamanya adalah arus
udara yang mengalir dari/paru-paru. Dari sini jelaslah bahwa sarana utama
yang berperan dalam proses pembentukan
bunyi bahasa adalah (1) arus udara, (2) pita suara, dan (3) alat ucap. Ketiga
sarana ini juga yang oleh fonetisi dipakai sebagai dasar pengklasifikasian
bunyi.
1.
Arus udara
Arus
udara yang menjadi sumber energy utama pembentukan bunyi bahasa merupakan hasil
kerja alat atau organ tubuh yang dikendalikan oleh otot-otot tertentu atas
perintah saraf otak.
2.
Pita Suara
Pita
suara merupakan sumber bunyi. Ia bergetar atau digetarkan oleh udara yang
keluar atu msuk paru-paru. Pita suara terletak dalam kerongkongan (Larynx)
dalam posisi mendapardari muka (anterior) ke belakang.
Tenggorokan
yang terletak diatas pita suara, rongga mulut, dan rogga hidung berperan
sebagai resonator atau peninggi bunyi yang diciptakan oleh pita siara.
3.
Alat-Alat Ucap
Apa
yang disebut sebagai alat ucap sebenarnya mempunyai fungsi utama untuk
kelangsungan hidup kita. Paru-paru mempunyai fungsi utama untuk kelangsungan
hidup kita/ paru-paru mempunyai fungsi utama mengisap zat pembakar untuk
disalurkan ke dalam darah dan menyalurkan zat asam arang keluar tubuh.
Lidah
mempunyai fungsi utama memindahkan makanan yang akan atau yang sedang di kunyah
dan merasakan makanan yang akan ditelan.
4.
Ketika berbicara, organ-organ tubuh
yang disebut sebagai alat ucap itu bekerja seperti pada proses ketika melakukan
fungsi utamanya masing-masing. Organ-organ tubuh yang dipergunakan sebagai alat
ucap dibagi menjadi tiga komponen, yaitu (a) komponen supragtotal, (b) komponen
laring, dan (c) komponen subglotal.
a) Komponen
Supragtotal
Komponen
supraglotal ini terdiri dari tiga rongga yang berfungsi sebagai lubang resonasi
dalam pembentukan bunyi, yaitu (1) rongga kerongkongan (faring), (2) rongga hidung, dan (3) rongga
mulut.
b) Komponen
Laring.
Laring –
orang awam biasanya menyebut tenggorokan, ini merupakan kotak yang berbentuk
tulang rawan, berbentuk lingkaran. Di dalamnya terdapat pita suara. Laring
dengan kerja pita suara inilah yang berfungsi sebagai klep yang mengatur arus
udara antara paru –paru, mulut, dan hidung.
c) Komponen Subglotal
Komponen Subglotal
ini terdiri atas paru-paru kiri dan kanan, saluran bronchial, dan saluran
pernafasan (trankea). Fungsi uatam komponen ini adalah untuk pernapasan, yaitu
mengalirkan udara dari dan keparu-paru. Kalau udara mengalir ke dalam paru-paru
di sebut menarik nafas, sedangkan udara yang mengalir keluar (dari paru-paru)
disebut menghembuskan nafas.
H. Transkripsi Fotenis
Transkripsi
fonetis adalah perekaman bunyi dalam bentuk lambing tulis. Lambing bunyi atau
lambing fonetis (phonetic symbol) yang sering dipakai adalah lambing bunyi yang
ditetpkan oleh International Phonetic Asosiation (IPA), yaitu persatuan para
guru bahasa yang berdiri sejak akhir abad ke -19, yang didirikan untuk
mempopulerkan metode baru dalam pengajaran bahasa lisan. Alphabet IPA ini merupakan
serangkaian yang di dasarkan pada alphabet latin, yang diciptakan untuk
keperluan memerikan semua bunyi bahasa yang ada di dunia. Oleh Karena jumlah
bunyi yang ada dalam bahasa-bahasa di dunia ini lebih banyak dari pada jumlah
huruf yang ada, maka IPA melakukan modifikasi bentuk-bentuk huruf yang ada,
maka IPA melakukan modifikasi bentuk-bentuk huruf guna membedakan bunyi-bunyi
yang berlainan.
I. Klasifikasi Bunyi Segmental
Adalah
penyempitan atau penutupan yang dilakukan oleh alat-alat ucap atas arus udara
dalam pembentukan bunyi di ucapkan, bunyi dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu: (a) bunyi vokoid, dan (b) bunyi kontoid.
a) Bunyi
Vokoid, yaitu bunyi yang dihasilkan tanpa melibatkan penyempitan atau penutupan
pada daerah artikulasi.
b) Bunyi
Kontoid, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan melibatkan penyempitan atau
penutupan pada daerah artikulasi.
1. Mekanisme Udara
yang dimaksud dengan mekanisme udara
adalah dari mana datangnya udara yang menggerakkan pita suara sebagai sumber
bunyi. dilihat dari kriteria ini, bujyi-bunyi bahasa bisa dihasilkan dari tiga
kemungkinan mekanisme udara yaitu:
(a)
Mekanisme
udara pumonis, atau faringal, yaitu udara dari paru-paru menuju luar. mekanisme
udara pumonis ini terjadi pada hampir semua bunyi bahasa di dunia.
(b)
Mekanisme
udara laring atau faringal, yaitu udara yang datang dari laring atau faring.
caranya, glotis di tutup terlebih dahulu, kemudian rongga mulut ditutup pada
vekum atau evula.
(c)
Mekanisme
udara oral, yaitu udara yang datang dari mulut. caranya, menutup rongga mulut
pada velum dan sala satu tempat di depan.
2. Arah udara
Di lihat dari arah udara ketika bunyi
dihasilkan, bunyi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (a) bunyi agresif dan
(b) bunyi ingresif.
a. Bunyi egresif, yaitu bunyi yang
dihasilkan dari arah udara menuju keluar melalui rongga mulut atau rongga
hidung.
b. Bunyi ingresif, yitu bunyi yang
dihasilkan dari arah udara masuk kedalam paru-paru.
3. Pita Suara
Dilihat dari bergetar tidaknya pita
suara ketika bunyi dihasilkan, bunyi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a. Bunyi mati atau bunyi tak bersuara,
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan pita suara tidak melakukan membuka menutup
sehingga getarannya tidak dignifika.
b. Bunyi hidup atau bunyi bersuara,
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan pita suara melakukan gerakan membuka dan
menutup secara cepat sehingga bergetar secara signifikan.
4. Lubang Lewatan Udara
Dilihat dari lewatan udara ketika
bunyi dihasilkan, bunyi dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
a. Bunyi oral, bunyi yang dihasilkan
dengan cara udara keluar melalui rongga mulut, dengan menutupkan velik pada
dinding faring.
b. bunyi nasal, adalah bunyi yang
dihasilkan dengan cara udara keluar melalui rongga hidung, dengan menutup
rongga mulut dan membuka velik lebar-lebar.
c. Bunyi sengau.
5. Mekanisme Artikulasi
Mekanisme artikulasi adalah alat ucap
mana yang bekerja atau bergerak ketika menghasilkan bunyi bahasa. berdasarkan
kriteria ini, bunyi dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Bunyi bilabial, yaitu bunyi yang
dihasilkan oleh keterlibatan bibir (labium) bawah dan bibir (labium) atas.
b. Bunyi labio-dental, yaitu buni yang
dihasilkan oleh keterlibatan bibir (labium) bawah, dan bibir (labium) atas.
c. Bunyi apiko-dental, yaitu bunyi yang
dihasilkan oleh keterlibatan ujung lidah (aspeks) dan didi (dentum).
d. Bunyi aviko-alveolar, yaitu bunyi
yang dihasilkan oleh keterlibatan ujung lidah (apeks) dan gusi (alvelum) atas.
e. Bunyi lamino-palatal, yaitu bunyi
yang dihasilkan oleh keterlibatan tengah lidah, (lamina) dan langit-langit
kertas (palatum).
f. Bunyi dorso, velar, yaitu bunyi yang
dihasilkan oleh keterlibatan pangkal lidah (dorsum) dan langit-langit lunak
(velum).
g. Bunyi dorso uvolar, yaitu bunyi yang
dihasilkan oleh keterlibatan pangkal lidah (dorsum) dan anak tekak (uvula).
h. Bunyi laringal, yaitu bunyi yang
dihasilkan keterliabatan tenggorok (laring).
i. Bunyi glotal, yaitu bunyi yang
dihasilkan oleh keterlibatan lubang atau celah (glotis) pada pita suara.
6. Cara Gangguan
Di lihat dari gangguan arus udara
oleh artikulator ketika bunyi di ucapkan, bunyi dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
(a) Bunyi stop (hambat), (2) Bunyi
kontinum alir/kebalikan dari bunyi stop, (c) Bunyi afrikatif (panduan), (d)
Bunyi frikatif (geser), (e) Bunyi tril (getar), (f) Bunyi lateal (samping), (g)
Bunyi nasal (hidung).
7. Tinggi Rendahnya Lidah
Di lihat dari tinggi rendahnya lidah
ketika bunyi itu di ucapkan, bunyi dapat dikelompokkan mejadi empat, yaitu: (a)
bunyi tinggi, (b) bunyi agak tinggi, (c) Bunyi tengah, (d) Bunyi agar renda,
dan (e) bunyi rendah.
8. Maju Mundurnya Lidah
Dilihat dari maju mundurnya lidah
ketika bunyi di ucapkan, bunyi dapat dikelompokkan mejadi tiga yaitu: (a) bunyi
depan, (b) bunyi pusat, dan (c) bunyi belakang.
9. Bentuk Bibir
Dilihat dari bentuk bibir ketika
bunyi di ucapkan, bunyi dapat menjadi dua, (a) yaitu bunyi bulat dan (b) bunyi
tidak bulat.
J. Deskripsi Bunyi Segmental Bahasa
Indonesia
Bunyi segmental, baik vokoid, maupun
kontoid, yang diucapkan oleh penutur bahasa Indonesia sangat variatif, apalagi
setelah diterapkan dalam berbagai distribusi dan lingkungan, tetapi paling
tidak jumlah dan variasi bunyi tersebut bisa di deskripsikan sebagai berikut:
Telah dijelaskan bahwa bunyi-bunyi
bahasa ketika di ucapkan ada yang bisa di segmen-segmenkan, di ruas-ruaskan,
atau di pisah-pisahkan, misalnya bunyi vokoid dan kontoid, bunyi-bunyi yang
bisa di segmentasikan ini di sebut bunyi segmental. tetapi, ada juga yang tidak
bisa disegmen-segmenkan karena kehadiran bunyi ini selalu mengiringi menindih,
atau menemani munyi segmental (baik vokoid maupun kontoid). oleh karena
sifatnya yang demikian. bunyi itu disebut bunyi suprasegmental, alih-alih
disebut bunyi nonsegmental.
1. Tinggi Rendah (Nada, Tona, Pitch).
Ketika
bunyi-bunyi segmental diucapkan selalu melibatkan nada, baik nada tinggi,
sedang, atau rendah. hal ini disebabkan oleh adanya faktor ketegangan pita
suara, yang disebabkan oleh kenaikan arus udara dari paru-paru, makin tinggi
pula nada bunyi tersebut.
Nada
ini menjadi perhatian fonetisi karena secara linguistis berpengaruh dalam
satuan linguistik tertentu. Misalnya, nada turun biasanya menandakan ketidak
lengkapan tuturan.
2. Keras Lemah (Tekanan, Aksen,
Stress)
Ketika
bunyi-bunyi segmental di ucapkan pun tidak pernah lepas dari keras atau
lemahnya bunyi. hal ini disebabkan oleh keterlibatan energi otot ketika bunyi
itu di ucapkan.
Walaupun
dalam praktiknya kerasnya bunyi juga berpengeruh kepda ketegangan pita suara,
kedua bunyi suprasegmental bisa dibedakan.
3. Panjang Pendek (Durasi, Duration)
Bunyi-bunyi sugmetal juga dapat
dibedakan dari panjang pendeknya ketika bunyi di udapkan. bunyi panjang untuk
vokoid, di beri tanda satuan mora, yaitu satuan tanda pengucapan, dengan tanda
titik.
Dalam
bahasa Indonesia, aspek durasi ini tidak membedakan makna atau tidak fonemis,
juga tidak mempunyai makna atau tidak morfenis.
4. Kesenyapan (Jeda, Juncture)
Kesenyapan
awalnya terjadi ketika bunyi itu akan diujarkan, misalnya ketika akan
mengujarkan kalimat Ini Buku terjadi kesenyapan yang tak terbatas
sebelumnya.
Kesenyapan
akhir terjadi pada akhir uraian, misalnya uraian, misalnya ujaran akhir kalimat
"ini buku" terjadi kesenyapan yang tak terbatas sesudahnya.
Kesenyapan
juga bisa disebut sendi (juncture) karena kesenyapan itu sekaligus merupakan
tanda batas antara ebentuk-bentuk linguistik baik dalam tataran kalimat,
klausa, frase, kata, morfem, silaba, maupun fonem.
K. Bunyi Pengiring
Bunyi
pengiring adalh bunyi yang ikut serta muncul ketika bunyi utama di hasilkan.
Hal ini disebabkan oleh ikut sertanya alat-alat uacp lain, ketika alat ucap
pembentuk bunyi utama di fungsikan.
Bunyi-unyi sertaan atau pengiring ini
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Bunyi ejektif
2. Bunyi klik
3. Bunyi aspirasi
4. Bunyi eksplosif (bunyi lepas)
5. Bunyi Retrofleksi
6. Bunyi labialisasi
7. Bunyi palatalisasi
8. Bunyi glotalisasi
9. Bunyi nasalisasi
L. Diftong dan Kluster
Bunyi-bunyi
segmental, baik vokoid maupun kontoid ada yang diucapkan secara rangkap,
perangkapan bunyi itu di ucapkan. Peranan bunyi vokoid disebut diftong.
1. Diftong
Masalah
diftong atau vokoid rangkap ini berhubungan dengan sonoritas atau tingkat
kenyaringan suatu bunyi. ketika dua deret bunyi vokoid diucapkan dengan satu
hembusan udara, akan terjadi ketidaksamaan sonoritasnya.
Dalam
praktiknya lebih lajut, bunyi diftong ini ada dua macam, yaitu (a) diftong
menurun (falling diftong), dan (b) diftong menaik (rising diphtong).
2. Kluster
Dalam bahasa-basaha tertentu, bunyi
kluster atau konsonan rangkap (dua atau lebih) ini merupakan bagian dari
struktur fonotis atau fonotaktis yang disadari oleh penuturnya. oleh karena
itu, pengucapannya harus sesuai dengan struktur fonetis tersebut.
M. Silaba (Suku Kata)
Silaba
atau suku kata sudah lama dikenal, terutama dalam kaitannya dengan sistem
penulisan. Sebelum alfabet lahir, sistem penulisan di dasarkan atas suku kata
ini, yang disebut tulisan silabari.
Untuk
memahami suku kata ini, para linguis atau ponetisiberdasarkan pada dua teori,
yaitu (1) teori sonoritas, dan (2) teori prominans. Teori sonoritas menjelaskan
bahwa suatu rangkaian bunyi bahasa yang diucapkan oleh penutur selalu terdapat
puncak-puncak kenyaringan (sonoritas) diantara bunyi-bunyi yang diucapkan.
Teori
prominans menitikberatkan pada gabungan sonoritas dan ciri-ciri suprasegmental,
terutama jeda (juncture). ketika rangkaian bunyi itu di ucapkan, selain
terdengar satuan kenyaringan bunyi, juga terasa adanya jeda antaranya, yaitu
kesenyapan sebelum dan sesudah puncak kenyaringan.
DAFTAR PUSTAKA
Mansur Muslich. Mei 2008. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah
ini disusun untuk melengkapi tugas dari pada dosen
Pembimbing. dengan adanya makalah seperti ini mehasiswa/i di harapkan mampu
mempelajarinya dengan baik.
akhir
kata, saya ucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing yang telah membantu
saya menyusun makalah ini. semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua,
khususnya bagi penulis. Amin.
Medan, Januari 2011
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ....................................................... i
DAFTAR
ISI .................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN .................................................. 1
A. Fonologi dan Bidangnya ................................................... 1
B. Kedudukan Fonologi ........................................................ 1
C. Manfaat Fonologi ............................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN ................................................... 4
A. Fonetik dan Kajiannya ..................................................... 4
B. Ketidak Lancaran Berujar ................................................ 4
C. Kondisi Kajian Fonetik ..................................................... 5
D. Beberapa tokoh ilmu fonetik ............................................ 6
E. Skop (Bidang Cakupan) ................................................... 7
F. Tahapan Komunitas ......................................................... 8
G. Proses Pembentukan Bunyi ............................................. 8
H. Trankripsi Fotenis ........................................................... 9
I. Klasifikasi Bunyi Segmental ............................................. 12
J. Deskrpsi Bunyi Segmental Bahasa
Indonesia ..................... 16
K. Bunyi Pengiring .............................................................. 18
L. Diftong dan Klaster ......................................................... 18
M. Silaba (Suku Kata) ........................................................... 19
DAFTAR
PUSTAKA .................................................... .. 20
FONOLOGI BAHASA INDONESIA
DISUSUN
OLEH:
Nama : Yhannu Lahagu
NIM :12110444
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS AL-WASHLIYAH (UNIVA)
MEDAN
2011
0 komentar:
Posting Komentar